9.1. KONSEP SEPUTAR KARIR
Manajemen karir mencakup berbagai
konsep yang sampai saat ini masih sering diperdebatkan definisinya. Meskipun
demikian kita perlu mengetahui dan memahami definisi berbagai konsep yang
berhubungan dengan manajemen kerier, agar kita mamiliki pemahaman yang lebih
baik tentang manajemen karir.
Dalam hal ini, ada beberapa kata
kunci yang perlu dijelaskan, yaitu :
1. Karir
2. Jalur
karir
3. Tujuan
/ sasaran karir
4. Perencanaan karir
6. Manajemen
karir
7. Konseling
karir
1. Karir
Para
pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak
statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan
pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia
diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi
dalam organisasi tersebut.
Haneman
et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai
pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karir ini
mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau mungkin
berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini mungkin
berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan serentetan
pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau
negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua
orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan
cepat.
Karir
dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir dapat
pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal. Dalam kaitan
arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si A sebagai
pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya di bidang politik secara
baik”, dan sebagainya.
Apapun
artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut
Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting dari pada
pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika
merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela
bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek
cerah dalam karirnya.
Sebaliknya,
bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan
membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker
(1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di
perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya.
Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi
tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja
mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi
organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama
pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
2. Jalur
Karir
Jalur
karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work Sequence) yang harus
dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir. Tersirat di sini, jalur
karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh organisasi (bukan oleh
pegawai).
Jalur
karir selalu bersifat ideal dan normatif. Artinya dengan asumsi setiap pegawai
mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai lain, maka setiap pegawai
mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan karir tertentu. Meskipun
demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal seperti ini. Ada pegawai
yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai karir buruk meskipun
prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.
Dalam
organisasi yang baik dan mapan, jalur karir pegawai selalu jelas dan eksplisit,
baik titik-titik karir yang dilalui maupun persyaratan yang harus dipenuhi
untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Di
lingkungan pegawai negeri, misalnya, dikenal jalur karir sruktural dan
fungsional. Seorang dosen di perguruan tinggi, sebagai ilustrasi, boleh meniti
karir di bidang struktural, boleh juga di bidang fungsional. Secara struktural,
ia boleh menjadikan ketua jurusan, ketua program, pembantu dekan, dekan,
pembantu rektor, dan bahkan rektor.
Namun,
kalaupun ia tidak menuduki jabatan struktural tertentu, dosen tersebut masih
mempunyai kesempatan untuk meniti karir di jalur fungsional, dari Asisten Ahli
sampai ke tingkat tertinggi yaitu Guru Besar.
Dalam
hal ini, persyaratan untuk naik ke jabatan struktural tertentu atau ke jenjang
fungsional tertentu telah ditentukan dengan jelas dan bahkan dilengkapi dengan
ukuran-ukuran kuantitatif (cumulativ credit point, CCP).
3. Tujuan
Karir
Tujuan
atau sasaran karir adalah posisi atau jabatan tertentu yang dapat dicapai oleh
seorang pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua syarat dan kualifikasi
yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.
Yang
penting dicatat, tujuan atau sasaran karir tidak otomatis tercapai bila seorang
pegawai memenuhi semua syarat yang harus dipenuhi. Misalnya seorang kepala subagian
tidak otomatis menjadi kepala bagian meskipun ia telah memenuhi syarat untuk
menjadi kepala bagian. Untuk menjadi kepala bagian, ia harus memenuhi
syarat-syarat yang seringkali di luar kekuasaannya, misalnya ada tidaknya
lowongan jabatan kepala bagian, keputusan dan preferensi pimpinan, adanya
kandidat lain yang sama kualitasnya, dan sebagainya.
4.
Perencanaan Karir
Perencanaan
karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Perencanaan karir adalah
perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi
berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi
seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Yang
perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah
pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka
perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan
realistis. Perencanaan karir ini akan dibahas lebih rinci di bab ini.
5.
Pengembangan Karir
Pengembangan
karir adalah salah satu fungsi manajemen karir. Pengembangan karir adalah
proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan materi serta menerapkan
cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi tersebut.
Secara
umum, proses pengembangan karir dimulai dengan mengevaluasi kinerja pegawai.
Proses ini lazim disebut sebagai penilaian kinerja (performance appraisal).
Dari hasil penelitian kinerja ini kita mendapatkan masukan yang menggambarkan
profil kemampuan pegawai (baik potensinya maupun kinerja aktualnya). Dari
masukan inilah kita mengidentifikasi berbagai metode untuk mengembangkan
potensi yang bersangkutan.
6. Manajemen
Karir
Manajemen
karir adalah proses pengelolaan karir pegawai yang meliputi tahapan kegiatan
perencanaan karir, pengembangan dan konseling karir, serta pengambilan
keputusan karir.
Manajemen karir melibatkan semua
pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit tempat si pegawai bekerja,
dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir mencakup
area kegiatan yang sangat luas. Manajemen karir ini akan kita bahas secara leih
rinci dalam bab ini.
7. Konseling
Karir
Konseling
karir adalah proses mengidentifikasi masalah-masalah yang berhubungan dengan
karir seorang pegawai serta mencari alternatif jalan keluar dari berbagai
masalah tersebut.
Dalam organisasi, terdapat berbagai
masalah yang berhubungan dengan karir pegawai. Ada yang tidak terlampau serius
sehingga dapat dipecahkan dalam tempo relatif cepat. Ada pula yang sangat
serius sehingga mengganggu pekerjaan si pegawai sendiri maupun pekerjaan rekan
sekerja lainnya. Dalam keadaan seperti ini, konseling karir sangat diperlukan,
baik oleh pegawai maupun oleh organisasi. Bahkan organisasi yang cukup besar
seringkali merasa perlu mempekerjakan seorang pakar (konselor) yang khusus
menangani masalah-masalah karir ini.
9.2. RUANG
LINGKUP MANAJEMEN KARIR
Secara
luas, manajemen karir meliputi seluruh kegiatan yang berkenaan dengan pekerjaan
pegawai. Kegiatan ini di mulai dari proses penarikan (rekrutmen) pegawai,
penempatan pegawai, pengembangan pegawai, dan berakhir pada pemberhentian
pegawai. Walker (1980) misalnya, membuat sederetan issue dalam
manajemen karir. Ia mengkaitkannya dengan berbagai kegiatan perencanaan
ketenagakerjaan. Berikut adalah tabel Walker (sesuai penyesuaian seperlunya oleh
penulis).
Tabel 9.1 Ruang Lingkup Manajemen
Karir
Aspek
Manajemen
Karir
Tenaga Kerja
|
Kegiatan Perencanaan
|
Rekrutmen
- Menarik
pelamar kerja
- Menentukan
persyaratan penerimaan pegawai
- Seleksi
calon pegawai
- Orientasi
dan latihan pra jabatan
Penempatan
- Menentukan
persyaratan kerja dan jalur karir
- Menetukan
sistem penempatan
- Menentukan
pekerjaan yang membutuhkan pegawai baru
- Menentukan
prosedur seleksi
- Mendesain
manajemen/program seleksi
- Menentukan
seleksi relokasi
Pelatihan dan Pengembangan
- Menentukan
mekanisme
- Perencanaan
karir individual
- Merancang
dan mengembangkan program
- Riset
dan evaluasi
Rekrutmen
- Pemberhentian
- Pensiun
- Demosi
dan transfer
|
- Mengetahui
jml calon pegawai yg tersedia
- Memanfaatkan
biro iklan Depnaker
- Menentukan
kebutuhan staf
- Menentukan
persyaratan kepegawaian
- Membuat
pengumuman perekrutan
- Menentukan
proses seleksi
- Menentukan
strategi orientasi
- Mencari
cara meminimalkan biaya perekrutan
- Menentukan
persyaratan kerja jalur kerja rumpun pekerjaan
- Menentukan
cara pembuatan sistem penempatan pegawai
- Menentukan
derajat keterlibatan pegawai dalam proses penempatan
- Memvalidasi
prosedur selesksi pegawai
- Mengelola
pegawai yang berpotensi tinggi untuk meniti karir secara tepat
- Mencari
cara meminimalkan akibat buruk dari relokasi pegawai
- Menyediakan
sarana dan prasarana bagi pegawai untuk melakukan perencanaan karir mereka
sendiri
- Mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan
- Mencari
strategi pengembangan yang paling efektif-efisien
- Mengevaluasi
prog pengembangan
- Menentukan
kebijakan dan filosofi tentang perjenjangan karir
- Menentukan
kebiajakn tentang pemberhentian pegawai
- Menentukan
kebijakan tentang pensiun pegawai
|
Kita lihat dari tabel tersebut bahwa
manajemen karir dapat meliputi segala urusan yang bersangkutan dengan pegawai
dan tugas yang diberikan kepadanya. Lebih jauh lagi, manajemen karir
sesungguhnya juga menjangkau hal-hal yang bersifat kualitatif dan sukar diukur
seperti keinginan dan harapan pegawai dalam hidup dan pekerjaannya.
Organisasi mempunyai rencana dan
tujuan yang harus dicapai. Untuk mecapai tujuan ini diperlukan sumber daya
manusia (disamping sumber daya lain). Di pihak lain, pegawai juga mempunyai
rencana dan tujuan (karir) yang ingin dicapainya. Untuk itu diperlukan suatu
sistem pengembangan karir pegawai.
Untuk menyatukan kebutuhan
organisasi dam kebutuhan pegawai ini, diperlukan suatu manajemen yang
menguntungkan kedua belah pihak. Manajemen yang baik dan saling mengungtungkan
ini terangkum dalam suatu sistem SDM yang terdiri dari banyak komponen
(subsistem).
Bab ini akan membahas hal-hal khusus
tentang manajemen karir, yaitu perencanaan karir dan pengembangan karir. Selain
itu, hal-hal yang dibahas dalam bab ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai
telah berada di dalam organisasi tidak sedang dalam proses perekrutan atau
pemberhentian.
9.3.
PERENCANAAN KARIR
Perencanaan
karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan kerier pegawai
serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir
tertentu.
Seperti
yang sudah disinggung di muka, perencanaan karir dilakukan baik oleh pegawai
maupun oleh organisasi. Karena itu, kita mengenal dua macam perencanaan karir,
yaitu :
A. Perencanaan karir (di tingkat)
organisasi (Organization career panning).
B. Perencanaan karir individual
pegawai (Individual career palnning).
A. Perencanaan Karir di Tingkat
Organisasi
Perencanaan
karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengadakan atau
mengidentifikasi hal-hal berikut :
a. Profil
kebutuhan pegawai
b. Deskripsi
jabatan/pekerjaan
c. Peta
jalur karir
d. Mekanisme
penilaian kinerja pegawai
a. Profil Kebutuhan
Pegawai
Semua
organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas
pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan,
direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus
dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu
sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan
pemetaan normatif (kualitatif).
Perlu
diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran (kuantitatif dan
kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara efisien. Apa yang “diperlukan” ini adalah perbedaan antara
apa yang ada sekarang dengan apa yang seharusnya ada. Jadi, jika saat ini
terdapat 35 pegawai padahal organisasi membutuhkan 55 pegawai maka profil
(kuantitatif) kebutuhan pegawai adalah 20 pegawai.
Untuk
mengetahui profil kebutuhan inilah maka dinamika perubahan profil pegawai harus
dipetakan. Salah satu caranya adalah dengan membuat Matriks Transisi yang
contohnya seperti berikut :
Profil
Manajerial di PT XYZ
M
|
S
|
K
|
Exit
|
|
Manajer
(M)
Supervisor
(S)
Koordinator
(K) .00
|
.80
.10
.00
|
.00
.80
.05
|
.00
.05
.80
|
.20
.05
.15
|
Dari
matriks di atas kita mendapat beberapa informasi. Pertama, jumlah
manajer yang tetap di posisinya saat ini adalah 80%. Yang keluar (mungkin
keluar perusahaan atau keluar dari departemennya) adalah 20%. Kedua,
ada 10% supervisor yang naik jabatan menjadi manajer;
80% supervisor tetap diposisinya saat ini; 5% supervisor turun
menjadi koordinator; dan sisanya (5%) keluar. Ketiga, terdapat 5%
koordinator yang naik menjadi supervisor; 80% koordinatir tetap
diposisinya saat ini, dan 15% sisanya keluar. Matriks Transisi juga bisa
berbentuk seperti contoh berikut :
Profil
Rotasi Pegawai di PT XYZ
Okt
‘95
Okt
‘94
|
Pekerjaan
|
Exit
|
||||||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
H
|
|||
Pekerjaan
|
A
B
C
D
E
F
G
H
|
60
15
05
|
75
15
05
|
60
30
05
|
50
|
85
10
05
|
70
15
05
|
60
25
|
55
|
40
10
20
20
15
15
15
15
|
Dari
matriks diatas kita mendapatkan informasi, bahwa selama satu tahun
terdapat 60% pegawai yang tetap pada posisi pekerjaan A, sedangkan 40% lainnya
keluar. Sementara itu, terdapat 15% pegawai pindah dari pekerjaan B ke
pekerjaan A; 75% tetap di pekerjaan B, dan 10% sisanya keluar. Selanjutnya, ada
5% pegawai yang pindah dari pekerjaan C ke pekerjaan A; 15% dari C keB; 60%
tetap di C; dan 20% sisanya keluar. Demikian dan seterusnya.
Adanya
pemetaan profil pegawai, maka proses perencanaan karir pegawai diharapkan dapat
berjalan lebih cepat dan lancar. Paling tidak, kita mengetahui dengan cepat
berapa orang pegawai yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, dalam periode
tertentu. Ini akan dijadikan dasar untuk memprediksi jumlah pegawai yang harus
dipersiapkan untuk menduduki posisi jabatan tertentu.
Pada
contoh matriks di atas, misalnya, kita mengetahui bahwa terdapat kekuarangan
pegawai sebesar 40% untuk pekerjaan A, dan kekurangan 25% untuk pekerjaan B.
Dalam
perusahaan yang memiliki Turn Over (perpindahan pegawai) cukp
tinggi, matriks diatas amat sangat berguna untuk melacak perpindahan tersebut.
pada kasus-kasus tertentu, pemetaan itu tidak hanya harus direvisi setahun
sekali, namun bahkan beberapa bulan sekali.
Pemetaan
kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan
tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain
adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit
ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan pegawai yang ada,
memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban kerja sampai ambang
batas tertentu, dan sebagainya.
b. Deskripsi Jabatan
Selain
membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi
jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup rumit (sedikit banyak
sudah dibahas di bab dua). Namun pada prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya
mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan
persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).
c. Peta Jalur Karir
Peta
jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan (Job title)
beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain.
Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke
jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan
mengerti masa depan karirnya sendiri.
d. Mekanisme Penilaian
Kinerja Pegawai
Karir
pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai
harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian
yang jelas. Hal ini akan dibahas lebih rinci di bab enam.
B. Perencanaan Karir Individual
Pegawai
Bagi
pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting
bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut. Karena itu,
perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi
perencanaan karir ditingkat individu pegawai.
Telah
dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk
kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu.
Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari
pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke tingkat pimpinan yang paling
tinggi.
Pada
dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui
sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan, serta menetukan
langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai
secara efektif-efisien.
· Lima
Syarat Utama Perencanaan Karir Pegawai
Sebelum
kita membahas beberapa hal berkenaan dengan perencanaan karir pegawai, kita
perlu mengetahui bahwa ada Lima Syarat Utama yang harus
di penuhi agar proses perencanaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Ke-lima
syarat tersebut yaitu :
1. Dialog
2. Bimbingan.
3. Keterlibatan individual
4. Umpan balik.
5. Mekanisme perencanaan karir.
1. Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai.
Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak
berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri.
Ini kelihatannya mudah. Tetapi di
negara timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai
sering kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka
sendiri. Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena
itu, karir sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun demikian dialog tentang
karir ini harus diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili seorang
pimpinan) dengan pegawai.
Melalui dialog inilah diharapkan
timbul saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa
depan si pegawai.
2. Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur
karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka
kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan
inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka.
Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka
raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan
karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut
dapat dicapai secara efisien.
3. Keterlibatan
Individual
Dalam rangka hubungan kerja yang
manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah
mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam
penentuan nasib karir mereka.
Setiap individu pegawai seharusnya
dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan
berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka
perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari sisi
kepentingan organisasi belaka.
4. Umpan Balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan
balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan
bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mrngetahui setiap keputusan yang
berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa
mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup
lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya.
Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
5. Mekanisme Perencanaan
Karir
Yang maksud di sini adalah tata cara
atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan
sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar
empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik)
dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan
atau prosedur yang lebih rinci, formal, dan tertulis.
Demikanlah
uraian singkat tentang lima syarat utama untuk melakukan
perencanaan karir. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa kelima syarat di
atas harus terpenuhi secara integral. Jika satu syarat saja tidak terpenuhi,
maka pembinaan karir pegawai pasti akan mengalami hambatan.
· Tahapan
Karir, Kebutuhan Tugas, dan Kebutuhan Emosional Pegawai.
Selain
lima syarat diatas, kita juga perlu memahami bahwa sebagai manusia, seorang
pegawai juga melalui tahapan-tahapan dalam perjalanan karirnya. Menurut Hall
and Morgan ( 1977), ada Empat Tahapan Karir yang biasa
dilalui seorang pegawai yaitu :
· tahap coba-
coba,
· tahap kemapanan,
· tahap pertengahan,
· tahap lanjut.
Dalam
hal ini, kebutuhan pegawai (kebutuhan tugas maupun emosional) berbeda- beda
sesuai dengan tahapannya. Jika dirangkum, tahapan karir dan pegawai dalam
hubungannya dengan kebutuhan tugas dan emosional pegawai adalah sebagai
berikut:
Tabel
9.3. Tahapan Karir, Kebutuhan Tugas, dan
Kebutuhan
Emosional Pegawai.
Tahap
|
Kebutuhan
Tugas
|
Kebutuhan
Emosional
|
Coba-coba
Kemapanan dan atau kemajuan
Pertengahan
Lanjut
|
§ Beraneka
ragam tugas dan aktifitas
§ Eksplorasi
diri
§ Pekerjaan
yang menantang
§ Pengembangan
kompetensi dalam tugas-tugas tertentu (spesialisasi)
§ Pengembangan
inovasi dan kreativitas
§ Pindah
ke tugas baru setelah 3 atau 4 tahun
§ Updating keterampilan
teknis yang pernah dikuasai
§ Pengembangan
ketrampilan maltih dan membimbing pegawai yang lebih yunior
§ Rotasi
ke pekerjaan baru yang memerlukan ketrampilan baru
§ Pengembangan
wawasan yang lebih luas dan memperjelas perannya dalam organisasi
§ Rencana
untuk pensiun
§ Pergeseran
dari peran kekuasaan ke perasn yang lebih bersifat pembimbing
§ Pencarian
kader pengganti
§ Mulai
aktif kegiatan di laur organisasi tertentu (spesialisasi)
|
§ Berusaha
menentukan pilihan pekerjaan yang sesuai
§ Mulai
menemukan jati diri
§ Mulai
mengenal persaingan dan belajar menghadapi berbagai kegagalan
§ Menghadapi
konflik antara kepentingan keluarga dan kepentingan kerja
§ Berusaha
mencari dukungan
§ Mencapai
kemandirian
§ Penyaluran
perasaan yang dialami manusia yang berumur setengah baya
§ Penataan
kembali pola berpikir tentang diri sendiri dalam hubungannya dengan
pekerjaan, keluarga dan nafsu untuk masyarakat
§ Mulai
mengurangi ambisi dan nafsu untuk berkompetisi
§ Mendukung
dan mambantu orang lain agar bekerja lebih baik
§ Mengembangkan
identitas diri di berbagai kegiatan di laur organisasi
|
Dari
tabel diatas jelaslah bahwa kebutuhan pegawai dalam hubungannya dengan
pengembangan karirnya tidak selalu sama disuatu waktu tertentu. Secara umum,
dapat kita katakan bahwa semakin matang seseorang semakin berubah kebutuhan
pegawai itu, kearah yang lebih mapan, dan menjauh dari ambisi- ambisi untuk
berkompetisi.
Dengan
demikian, wajarlah bila perencanaan karir seseorang harus disesuaikan dengan
tahapan kematangan pribadinya. Hanya dengan demikian perencanaan karir
seseorang dapat mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan si pegawai tersebut.
Sekarang
marilah kita bahas hal-hal yang lebih teknis dalam hal perencanaan karir
seorang pegawai.
· Mekanisme
Perencanaan Karir Pegawai
Ada
beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai.
Tahap tersebut yaitu : 1) Analisa kebutuhan karir individu; 2) Pemetaan karir
individu; 3) Penilaian kinerja undividu; 4) Identifikasi usaha-usaha untuk mencapai
tujuan karir.
1. Analisis Kebutuhan
Karir Individu
Analisis
kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses
mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang
pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat
direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada
dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja
sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat di identifikasi
sebaik- baiknya.
Sedikitnya
ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu career
by objective (CBO) dan analisis peran kompotensi.
a) Career
By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai
dibimbing untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
· Dimana
saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat
kembali apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa saja
yang pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai
untuk mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi
tanda pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia
sukses, di mana pula ia gagal.
· Siapa
saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai menemukan jati
dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan menjawab:
· Apa
kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya bakat
menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ? Penakut ?
Jujur ? dan seterusnya.
· Apa
yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk membantu
pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu untuk
menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu
rendah ? Pesimis ? Kurang ambisius ?
· Pekerjaan
apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong pegawai untuk
berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia dituntut
untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan yang
membutuhkan keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan
kemauan untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis dan konseptual ?
· Jabatan
apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke
jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah
saya staf marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf
keuangan dan sebagainya.
b) Analisis Peran –
Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran
– kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa
yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja
yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi.
Contoh peran atau jabatan dalam sebuah pusdiklat, misalnya, antara lain :
1. Evaluator
2. Fasilitator tim
3. Konselor
4. Penulis bahan ajar
5. Instruktur
6. Manajer diklat
7. Pemasar (marketer)
8. Spesialis media
9. Analisis kebutuhan diklat
10. Administrator program
11. Perancang program
12. Perencanaan strategis
13. Penganalis tugas
14. Peneliti
15. Pengembang kurikulum
Contoh kompetensi-kompetensi yang
harus dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai peran di atas, misalnya :
1. Pengetahuan
tentang pendidikan orang dewasa
2. Keterampilam
kompueter
3. Pengetahuan
dalam pengembangan kurikulum
4. Keterampilan
komunikasi
5. Kemampuan
meneliti
6. Kemampuan
menulis bahan ajar
Melalui
analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya
sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah
dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka
menjalankan peran-peran yang ada.
2. Pemetaan Karir
Individu
Jika
analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan
telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika
hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah
dapat dibuat.
Jadi,
pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk menggambarkan prospek karir
seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat kesiapan di pegawai itu
untuk memangku jabatan tertentu.
Dalam
sebuah peta kerier, seorang pegawai dikatakan sebagai seorang yang berbakat
untuk memangku jabatan-jabatan tertentu, misalnya :
1. Kepala
divisi pemasaran
2. Kepala
divisi keuangan
3. Kepala
divisi produksi
Dalam
hal ini, nomor urut di atas (1, 2, 3) sengaja disusun demikian untuk
menunjukkan tingkat kemungkinan si pegawai memegang jabatan tersebut. dalam
contoh diatas, nomor 1 (menjadi Kepala Divisi Pemasaran) paling mungkin, dan
nomor 3 kemungkinannya paling rendah.
Dalam
peta karir tersebut, dijelaskan mengapa pegawai bersangkutan diangap lebih
berkemungkinan menjadi kepala divisi pemasaran dari pada kepala divisi keuangan
atau kepala divisi produksi.
3. Penilaian Kinerja
Individu
Pemetaan
karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu
di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris
(nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang
menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.
Penilaian
kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata
tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang
didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan
pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan
bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
4. Identifikasi Usaha
Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan
bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si
pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal
ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana
yang paling benar.
Pegawai
sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri, ataukah si pegawai
harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ?
Yang
jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk
berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi mandeg. Umum
diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan menimbulkan
masalah bagi semua pihak.
Dari
contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus berusaha agar prospek
karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat direalisasikan secepat mungkin.
Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar
pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi Pemasaran ?
Jawaban
untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa sederetan kegiatan yang harus
dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
· Kursus
bahasa Inggris
· Magang
di divisi pemasaran
· Berpartisipasi
dalam prospek riset pemasaran
· Menghadiri
seminar dan lokakarya tentang pemasaran
· Merancang
strategi pemasaran
Kesimpulannya,
si pegawai harus dibantu sedemikian rupa agar dari hari ke hari ia semakin
dekat dengan tujuan karir yang telah dipetakan (“diramalkan”) sebelumnya. Hanya
dengan demikian proses perencanaan karir benar-benar mempunyai makna, baik bagi
organisasi, maupun bagi si pegawai sendiri.
9.4.
PENGEMBANGAN KARIR
Pengembangan karir adalah proses
pelaksanaan (implementasi) perencanaan karir. Pengembangan karir pegawai dapat
dilakukan melalui dua cara diklat dan cara nondiklat. Pengembangan karir
melalui dua jalur ini sedikit-banyak telah di bahas di bab Pelatihan dan
Pengembangan. Pada bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa contoh bentuk
pengembangan karir melalui dua cara ini.
Contoh-contoh pengembangan karir
melalui cara diklat adalah :
· Menyekolahkan
pegawai (di dalam atau di luar negeri),
· Memberi
pelatihan (di dalam atau di luar organisasi),
· Memberi
pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh-contoh pengembangan karir
melalui cara nondiklat adalah :
· Memberi
penghargaan kepada pegawai
· Menghukum
pegawai
· Mempromosikan
pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
· Merotasi
pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.
9.5.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KARIR
Kesuksesan proses pengembangan karir
tidak hanya penting bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa
hal atau faktor yang sering kali amat berpengaruhterhadap manajemen karir
adalah :
· Hubungan
pegawai dan organisasi
· Personalitas
pegawai
· Faktor-faktor
eksternal
· Politicking dalam
organisasi
· System
penghargaan
· Jumlah
pegawai
· Ukuran
organisasi
· Kultur
organisasi
· Tipe
manajemen
(1) Hubungan Pegawai dan
Organisasi
Dalam
situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang saling
menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai maupun organisasi dapat
mencapai produktifitas kerja yang tinggi.
Namun,
kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai. Adakalanya pegawai sudah bekerja
baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi prestasi pegawai tersebut dengan
penghargaan sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan
organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen karir
pegawai. Misalnya saja, proses perencanaan karir pegawai akan tersendat karena
pegawai mungkin tidak diajak berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut.
Proses pengembangan karir pun akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak
peduli dengan karir pegawai.
(2) Personalia Pegawai
Kadangkala,
menajemen karir pegawai terganggu karena adanya pegawai yang mempunyai
personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis, terlalu ambisius,
curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis, misalnya, akan
sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak perduli dengan
karirnya sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung terlalu ambisius
dan curang. Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya untuk mencapai
tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini menjadi lebih
runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa kuat karena
alasan tertentu (punya koneksi dengan bos, mempunyaibacking dari
orang-orang tertentu, dan sebagainya).
(3) Faktor Eksternal
Acapkali
terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di suatu organisasi menjadi kacau
lantaran ada intervensi dari pihak luar. Seorang pegawai yang mempromosikan ke
jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan karena ada
orang lain yang didrop dari luar organisasi. Terlepas dari
masalah apakah kejadian demikian ini boleh atau tidak, etis atau tidak etis,
kejadian semacam ini jelas mengacaukan menajemen karir yang telah dirancang
oleh organisasi.
(4) Politicking Dalam
Organisasi
Manajemen
karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila faktor lain seperti
intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan
sebagainya, lebih dominan mempengaruhi karir seseorang dari pada prestasi
kerjanya. Dengan kata lain, bila kadar “politicking” dalam organisasi sudah
demikian parah, maka manajemen karir hampir dipastikan akan mati dengan
sendirinya. Perencanaan karir akan menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi
akan dipimpin oleh orang-orang yang pintar dalam politicking tetapi
rendah mutu profesionalitasnya.
(5) Sistem
Penghargaan
Sistem
manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak hal, termasuk
manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan
yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung memperlakukan pegawainya
secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik dianggap sama dengan pegawai
malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang membuat sistem penghargaan yang
baik (misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan setiap
prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin” dalam jumlah
tertentu.
(6) Jumlah Pegawai
Menurut
pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai maka semakin ketat persaingan
untuk menduduki suatu jabatan, dan semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi
seorang pegawai untuk meraih tujuan karir tertentu. Jumlah pegawai yang
dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika
jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola.
Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir menjadi rumit dan tidak mudah
dikelola.
(7) Ukuran Organisasi
Ukuran
organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam
organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah personel
pegawai yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut.
biasanya, semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir
pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.
(8) Kultur Organisasi
Seperti
sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur dan
kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur professional,
obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung
feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung
menghargai prestasi kerja (sistem merit). Ada pula organisasi yang
lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal lain.
Karena
itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem manajemen karir yang baik dan
mapan secara tertulis, tetapi pelaksanaannya masih sangat tergantung pada
kultur organisasi yang ada.
(9) Tipe Manajemen
Secara
teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini. Tetapi dalam
impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat berlainan dari
manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku, otoriter,
tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung
fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
Jika
manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka keterlibatan pegawai dalam hal
pembinaan karirnya sendiri juga cenderung minimal. Sebaliknya, jika manajemen
cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis, maka keterlibatan pegawai
dalam pembinaan karir mereka juga cenderung besar.
Dengan
kata lain, karir seorang pegawai tidak hanya tergantung pada faktor-faktor
internal di dalam dirinya (seperti motivasi untuk bekerja keras dan kemauan
untuk ingin maju), tetapi juga sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal
seperti manajemen. Banyak pegawai yang sebenarnya pekerja keras, cerdas, jujur,
terpaksa tidak berhasil meniti karir dengan baik, hanya karena pegawai ini
“terjebak” dalam sistem manajemen yang buruk.
0 comments:
Post a Comment
Salam Ayo Bangkit Indonesia....!!!