BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Masalah
Sumberdaya manusia tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu asset
terpenting bagi perusahaan, peranan sumberdaya manusia bagi perusahaan tidak
hanya dilihat dari hasil produktivitas kerja tetapi juga dapat dilihat dari
kualitas kerja yang dihasilkan. Bahkan lebih jauh keunggulan suatu perusahaan
sangat ditentukan oleh keunggulan daya saing manusianya, bukan ditentukan lagi
oleh sumberdaya alamnya. Semakin kuat pengetahuan dari sumberdaya manusia suatu
perusahaan akan semakin kuat daya saing perusahaan tersebut.
Peningkatan kualitas sumber
daya manusia dapat dilakukan melalui proses pengembangan sumberdaya manusia.
Hal itu tentu saja membutuhkan komitmen dan kosistensi keterlibatan staf
sumberdaya manusia yang lebih besar, sehingga akan mendukung kompetisi
sumberdaya manusia dalam mengelola organisasi usaha yang bertahan.
Pengembangan tenaga kerja dirasakan semakin penting
pada suatu perusahaan karena tuntutan pekerjaan atau jabatan. Hal
ini dapat dilakukan dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga
kerja yang diwujudkan dalam berbagai bentuk nyata, misalnya; pemberian
pelatihan, mengadakan seminar, pemberian kursus keterampilan dll.
Perusahaan harus memilih cara
pengembangan yang sesuai dengan tujuan perusahaan agar hasilnya mencapai sasaran. Potensi
karyawan harus diketahui oleh perusahaan sebelum melakukan program pengembangan
karena dengan mengetahui potensi ini, dapat diarahkan jenjeng karier yang
sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat menghasilkan produktifitas yang
optimal.
Pimpinan yang efektif menyadari bahwa pengembangan
adalah suatu proses yang berjalan secara terus-menerus dan tidak hanya proses
sesaat saja. Masalah-masalah baru, pengetahuan dan jabatan baru selalu timbul
di dalam oganisasi yang dinamis dan merupakan tantangan bagi manajemen untuk
menempatkan karyawan yang memiliki profesionalitas yang baik untuk mencapai
target atau tujuan yang telah diberikan oleh manajemen tersebut.
1.2.Rumusan
Masalah
Dari latar belakang dapat diatas terdapat beberapa
masalah diantaranya:
1. Apakah
yang dimaksud pengembangan karyawan?
2. Apakah
tujuan dari pengembangan karyawan ?
3. Bagaimana
Metode-metode pelatihan dan pengembangan ?
4. Apa
sasaran dari pengembangan karyawan ?
5. Bagaimana
cara pengembangan karyawan
1.3.Tujuan
Dari rumusan masalah maka dapat diketahui beberapa
tujuan diantaranya:
1. Untuk
mengetahui maksud dari pengembangan karyawan;
2. Untuk
mengetahui tujuan dari pengembangan karyawan;
3. Untuk
mengetahui metode-metode pelatihan dan pengembangan;
4. Untuk
mengetahui sasaran dari pengembangan karyawan;
5. Untuk
mengetahui cara pengembanngan karya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Pengembangan Karyawan
Pengertian pengembangan karyawan adalah suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis teoritis, konseptual dan moral karyawan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan pelatihan..
Pendidikan bertujuan meningkatkan keahlian teoritis, konsep dan moral sedangkan
pelatihan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis pelaksanaan
pekerjaan karyawan (Malayu Hasibuan,2005)
Sedangkan menurut Andrew sikula dalam personel
Administration and human resources management mengatakan pengembangan mengacu
pada masalah staf dan personal adalah suatu proses pendidikan jangka panjang
menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisir dengan mana manajer
belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum sedangkan
pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan
prosedur yang sistematik dan terorganisir sehingga karyawan oprasional belajar
pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu.
Karyawan baru biasanya telah memiliki pendidikan dan
latihan dasar yang diperlukan. Hal itu mereka dapat dari suatu sistem
pendidikan dan pengalaman yang berbuah kemampuan dan kecakapan tertentu.
Manajer harus memulai dengan kondisi yang sekarang untuk membuat karyawan lebih
produktif. Latihan dan pengembangan karyawan bertujuan untuk memperbaiki
efektifitas kerja untuk mencapai tujuan. Latihan digunakan untuk memperbaiki
penguasaan ketrampilan–ketrampilan dan teknik peleksanaan pekerjaan tertentu.
Pengembangan meliputi peningkatan kemampuan, sikap dan sifat kepribadian.
Pengembangan dapat terjadi secara formal atau informal.
Pengembangankaryawan sangat dibutuhkan bagi individu
atau organisasi. Akibat dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi adalah
organisasi harus mengeluarkan biaya pengembangan karyawannya, dan juga ‘harga’
yang harus dibayar karena pemborosan, pekerjaan yang buruk, keluhan dan rotasi
karyawan.Hasil dari pengembangan adalah meningkatka kepuasan kerja karyawan,
karyawan menjadi lebih percaya diri, dan juga memberi nilai tambah bagi
masyarakat dan rekan kerja. Manusia seharusnya tidak boleh berhenti belajar
karena belajar adalah suatu proses seumur hidup. Maka pengembangan karyawan
harus dinamis dan berkesinambungan.
2.2.Tujuan
Pengembangan Karyawan
Tujuan diselenggarakan pengembangan kerja / karyawan
menurut (Simamora:2006:276) diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan
kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:
1. Memperbaiki
kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan karena
kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan, kendatipun tidak dapat
memecahkan semua masalah kinerja yang efektif, progaram pelatihan dan
pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini.
2. Memuktahirkan
keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan,
pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara
efektif. Perubahan teknologi pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan
senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan
melalui pelatihan, sehingga kemajuan teknologi dapat diintgrasikan dalam
organisasi secara sukses.
3. Mengurangi
waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang
karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutukan
untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai output dan standar mutu yang
diharapkan.
4. Membantu
memecahkan masalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka
dengan kelangkaan dan kelimpahan suber daya: kelangkaan sumberdaya finansial
dan sumberdaya teknologis manusia (human tecnilogical resourse), dan kelimpahan
masalah keuangan, manusia dan teknologis.
5. Mempersiapkan
karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi
karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematis.
Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan
sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan adalah unsur kunci dalam
sistem pengembangan karir. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan
mempromosikan semberdaya manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati
karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan.
6. Mengorientasikan
karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelenggara orientasi
melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru
terhadap organisasi dan bekerja secara benar.
7. Memenuhi
kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer adalah
berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya.
Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan
aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih
besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan.
Tujuan lain dari pengembangan karyawan adalah
menyangkut beberapa hal, diantaranya:
a. Produktifitas
kerja
Dengan
pengembangan, produktifitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan
kualitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill dan
managerial skill karyawan yang emakin membaik.
b. Efesien
Pengembangan
karyawan bertujuan untuk meningkatkan efesiensi tenaga, waktu, bahan baku dan
mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relative
mengecil sehingga dayasaing perusahaan semakin besar.
c. Mengurangi
kerusakan
Pengembangan
karyawan juga bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi dan
mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan
pekerjaannya.
d. Mengurangi
kecelakaan
Pengembangan
bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya
pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
e. Meningkatkan
service
Pengembangan akan
meningkatkan kualitas layanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah
perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang
sangat penting bagi rekan-rekan perusahaan yang bersangkutan.
f. Moral
Dengan pengembangan,
moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai
dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik.
g. Karir
Dengan pengembangan,
kesempatan untuk meningkatkan karir karyawan semakin besar, karena keahlian,
keterampilan dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya
didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang.
h. Konseptual
Dengan
pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil
keputusan yang lebih baik karena technical skill, human skill dan managerial
skill-nya lebih baik.
i.
Leadership
Dengan
pengembangan kepemimpinan seoran manajer akan lebih baik, human relation-nya
lebih luwes, motivasinya terarah sehingga pembinaan kerja sama vertical dan
horizontal semakin harmonis.
j.
Incentives
Pengembangan
juga dimaksudkan untuk meningkatkan insentif, fee, maupun benefit yang
didasarkan pada prestasi kerja para karyawan.
k. Consumer
satisfaction
Pengembangan para karyawan akan searah dengan
pengembangan kualitas produk, dan layanan sehingga tentunya akan berkaitan
dengan kepuasan konsumen.
2.3. KONSEP SEPUTAR KARIR
Manajemen
karir mencakup berbagai konsep yang sampai saat ini masih sering diperdebatkan
definisinya. Meskipun demikian kita perlu mengetahui dan memahami definisi
berbagai konsep yang berhubungan dengan manajemen kerier, agar kita mamiliki
pemahaman yang lebih baik tentang manajemen karir.
Dalam
hal ini, ada beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan, yaitu :
1. Karir
2. Jalur karir
3. Tujuan / sasaran karir
4. Perencanaan
karir
5. Pengembangan karir
6. Manajemen karir
7. Konseling karir
1. Karir
Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses
suatu konsep yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir
sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan
ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia
tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut.
Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir
seorang pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan
karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau
mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini
mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan
serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh
dunia”.
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau
negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada
perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua
orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan
cepat.
Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara
formal, tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan
tidak formal. Dalam kaitan arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan,
misalnya, “karir si A sebagai pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya
di bidang politik secara baik”, dan sebagainya.
Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun
bagi organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap
lebih penting dari pada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa
meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya,
pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal
ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan
pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi
manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai
cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan
pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh
organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta
meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan
hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang
sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
2. Jalur Karir
Jalur karir adalah pola urutan pekerjaan (Pattern of Work
Sequence) yang harus dilalui pegawai untuk mencapai suatu tujuan karir.
Tersirat di sini, jalur karir selalu bersifat formal, dan ditentukan oleh
organisasi (bukan oleh pegawai).
Jalur karir selalu bersifat ideal dan normatif. Artinya
dengan asumsi setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama dengan pegawai
lain, maka setiap pegawai mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan
karir tertentu. Meskipun demikian, kenyataan sehari-hari tidak selalu ideal
seperti ini. Ada pegawai yang bagus karirnya, ada pula pegawai yang mempunyai
karir buruk meskipun prestasi kerja yang ditunjukkannya bagus.
Dalam organisasi yang baik dan mapan, jalur karir pegawai
selalu jelas dan eksplisit, baik titik-titik karir yang dilalui maupun persyaratan
yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Di lingkungan pegawai negeri, misalnya, dikenal jalur karir
sruktural dan fungsional. Seorang dosen di perguruan tinggi, sebagai ilustrasi,
boleh meniti karir di bidang struktural, boleh juga di bidang fungsional.
Secara struktural, ia boleh menjadikan ketua jurusan, ketua program, pembantu
dekan, dekan, pembantu rektor, dan bahkan rektor.
Namun, kalaupun ia tidak menuduki jabatan struktural
tertentu, dosen tersebut masih mempunyai kesempatan untuk meniti karir di jalur
fungsional, dari Asisten Ahli sampai ke tingkat tertinggi yaitu Guru Besar.
Dalam hal ini, persyaratan untuk naik ke jabatan struktural
tertentu atau ke jenjang fungsional tertentu telah ditentukan dengan jelas dan
bahkan dilengkapi dengan ukuran-ukuran kuantitatif (cumulativ credit point,
CCP).
3. Tujuan Karir
Tujuan atau sasaran karir adalah posisi atau jabatan
tertentu yang dapat dicapai oleh seorang pegawai bila yang bersangkutan
memenuhi semua syarat dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
jabatan tersebut.
Yang penting dicatat, tujuan atau sasaran karir tidak
otomatis tercapai bila seorang pegawai memenuhi semua syarat yang harus
dipenuhi. Misalnya seorang kepala subagian tidak otomatis menjadi kepala bagian
meskipun ia telah memenuhi syarat untuk menjadi kepala bagian. Untuk menjadi
kepala bagian, ia harus memenuhi syarat-syarat yang seringkali di luar
kekuasaannya, misalnya ada tidaknya lowongan jabatan kepala bagian, keputusan
dan preferensi pimpinan, adanya kandidat lain yang sama kualitasnya, dan
sebagainya.
4. Perencanaan Karir
Perencanaan karir adalah salah satu fungsi manajemen karir.
Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai
maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai
persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir
tertentu.
Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus
dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan
organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan
rencana yang baik dan realistis. Perencanaan karir ini akan dibahas lebih rinci
di bab ini.
5. Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah salah satu fungsi manajemen karir.
Pengembangan karir adalah proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan
materi serta menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi
tersebut.
Secara umum, proses pengembangan karir dimulai dengan
mengevaluasi kinerja pegawai. Proses ini lazim disebut sebagai penilaian
kinerja (performance appraisal). Dari hasil penelitian kinerja ini kita
mendapatkan masukan yang menggambarkan profil kemampuan pegawai (baik
potensinya maupun kinerja aktualnya). Dari masukan inilah kita mengidentifikasi
berbagai metode untuk mengembangkan potensi yang bersangkutan.
6. Manajemen Karir
Manajemen karir adalah proses pengelolaan karir pegawai yang
meliputi tahapan kegiatan perencanaan karir, pengembangan dan konseling karir,
serta pengambilan keputusan karir.
Manajemen karir melibatkan semua
pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit tempat si pegawai bekerja,
dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir mencakup
area kegiatan yang sangat luas. Manajemen karir ini akan kita bahas secara leih
rinci dalam bab ini.
7. Konseling Karir
Konseling karir adalah proses mengidentifikasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan karir seorang pegawai serta mencari
alternatif jalan keluar dari berbagai masalah tersebut.
Dalam
organisasi, terdapat berbagai masalah yang berhubungan dengan karir pegawai.
Ada yang tidak terlampau serius sehingga dapat dipecahkan dalam tempo relatif
cepat. Ada pula yang sangat serius sehingga mengganggu pekerjaan si pegawai
sendiri maupun pekerjaan rekan sekerja lainnya. Dalam keadaan seperti ini,
konseling karir sangat diperlukan, baik oleh pegawai maupun oleh organisasi.
Bahkan organisasi yang cukup besar seringkali merasa perlu mempekerjakan
seorang pakar (konselor) yang khusus menangani masalah-masalah karir ini.
2.4. RUANG LINGKUP MANAJEMEN KARIR
Secara luas, manajemen karir meliputi seluruh kegiatan yang
berkenaan dengan pekerjaan pegawai. Kegiatan ini di mulai dari proses penarikan
(rekrutmen) pegawai, penempatan pegawai, pengembangan pegawai, dan berakhir
pada pemberhentian pegawai. Walker (1980) misalnya, membuat sederetan issue dalam
manajemen karir. Ia mengkaitkannya dengan berbagai kegiatan perencanaan
ketenagakerjaan. Berikut adalah tabel Walker (sesuai penyesuaian seperlunya
oleh penulis).
Tabel 9.1 Ruang Lingkup Manajemen
Karir
Aspek Manajemen
|
Kegiatan Perencanaan
|
Karir Tenaga Kerja
|
|
Rekrutmen
|
Mengetahui
jml calon pegawai yg tersedia
|
Menarik
pelamar kerja
|
Memanfaatkan
biro iklan Depnaker
|
Menentukan
persyaratan penerimaan pegawai
|
Menentukan
kebutuhan staf
|
Seleksi
calon pegawai
|
Menentukan
persyaratan kepegawaian
|
Orientasi
dan latihan pra jabatan
|
Membuat
pengumuman perekrutan
|
Menentukan
proses seleksi
|
|
Menentukan
strategi orientasi
|
|
Mencari
cara meminimalkan biaya perekrutan
|
|
Penempatan
|
|
Menentukan
persyaratan kerja dan jalur karir
|
Menentukan
persyaratan kerja jalur kerja rumpun pekerjaan
|
Menetukan
sistem penempatan
|
Menentukan
cara pembuatan sistem penempatan pegawai
|
Menentukan
pekerjaan yang membutuhkan pegawai baru
|
Menentukan
derajat keterlibatan pegawai dalam proses penempatan
|
Menentukan
prosedur seleksi
|
Memvalidasi
prosedur selesksi pegawai
|
Mendesain
manajemen/program seleksi
|
Mengelola
pegawai yang berpotensi tinggi untuk meniti karir secara tepat
|
Menentukan
seleksi relokasi
|
Mencari
cara meminimalkan akibat buruk dari relokasi pegawai
|
Pelatihan dan
Pengembangan
|
|
Menentukan
mekanisme
|
Menyediakan
sarana dan prasarana bagi pegawai untuk melakukan perencanaan karir mereka
sendiri
|
Perencanaan
karir individual
|
Mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan
|
Merancang
dan mengembangkan program
|
Mencari
strategi pengembangan yang paling efektifefisien
|
Riset
dan evaluasi
|
Mengevaluasi
prog pengembangan
|
Rekrutmen
|
|
Pemberhentian
|
Menentukan
kebijakan dan filosofi tentang perjenjangan karir
|
Pensiun
|
Menentukan
kebiajakn tentang pemberhentian pegawai
|
Demosi
dan transfer
|
Menentukan
kebijakan tentang pensiun pegawai
|
Kita
lihat dari tabel tersebut bahwa manajemen karir dapat meliputi segala urusan
yang bersangkutan dengan pegawai dan tugas yang diberikan kepadanya. Lebih jauh
lagi, manajemen karir sesungguhnya juga menjangkau hal-hal yang bersifat
kualitatif dan sukar diukur seperti keinginan dan harapan pegawai dalam hidup
dan pekerjaannya.
Organisasi
mempunyai rencana dan tujuan yang harus dicapai. Untuk mecapai tujuan ini
diperlukan sumber daya manusia (disamping sumber daya lain). Di pihak lain,
pegawai juga mempunyai rencana dan tujuan (karir) yang ingin dicapainya. Untuk
itu diperlukan suatu sistem pengembangan karir pegawai.
Untuk
menyatukan kebutuhan organisasi dam kebutuhan pegawai ini, diperlukan suatu
manajemen yang menguntungkan kedua belah pihak. Manajemen yang baik dan saling
mengungtungkan ini terangkum dalam suatu sistem SDM yang terdiri dari banyak
komponen (subsistem).
Bab
ini akan membahas hal-hal khusus tentang manajemen karir, yaitu perencanaan
karir dan pengembangan karir. Selain itu, hal-hal yang dibahas dalam bab ini
didasarkan pada asumsi bahwa pegawai telah berada di dalam organisasi tidak
sedang dalam proses perekrutan atau pemberhentian.
2.5. PERENCANAAN KARIR
Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan
perjalanan kerier pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Seperti yang sudah disinggung di muka, perencanaan karir
dilakukan baik oleh pegawai maupun oleh organisasi. Karena itu, kita mengenal
dua macam perencanaan karir, yaitu :
A.
Perencanaan karir (di tingkat) organisasi (Organization career panning).
B.
Perencanaan karir individual pegawai (Individual career palnning).
A.
Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan
tujuan untuk mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a. Profil kebutuhan
pegawai
b. Deskripsi
jabatan/pekerjaan
c. Peta jalur karir
d. Mekanisme penilaian
kinerja pegawai
a. Profil
Kebutuhan Pegawai
Semua organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal
mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi,
dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas,
dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali
diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi
(catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).
Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah
gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Apa yang “diperlukan” ini
adalah perbedaan antara apa yang ada sekarang dengan apa yang seharusnya ada.
Jadi, jika saat ini terdapat 35 pegawai padahal organisasi membutuhkan 55
pegawai maka profil (kuantitatif) kebutuhan pegawai adalah 20 pegawai.
Untuk mengetahui profil kebutuhan inilah maka dinamika
perubahan profil pegawai harus dipetakan. Salah satu caranya adalah dengan
membuat Matriks Transisi yang contohnya seperti berikut :
Profil Manajerial di PT XYZ
M
|
S
|
K
|
Exit
|
|
Manajer
(M)
Supervisor
(S)
Koordinator
(K) .00
|
.80
.10
.00
|
.00
.80
.05
|
.00
.05
.80
|
.20
.05
.15
|
Dari matriks di atas kita mendapat beberapa informasi. Pertama, jumlah
manajer yang tetap di posisinya saat ini adalah 80%. Yang keluar (mungkin
keluar perusahaan atau keluar dari departemennya) adalah 20%. Kedua,
ada 10% supervisor yang naik jabatan menjadi manajer;
80% supervisor tetap diposisinya saat ini; 5% supervisor turun
menjadi koordinator; dan sisanya (5%) keluar. Ketiga, terdapat 5%
koordinator yang naik menjadi supervisor; 80% koordinatir tetap
diposisinya saat ini, dan 15% sisanya keluar. Matriks Transisi juga bisa
berbentuk seperti contoh berikut :
Profil Rotasi Pegawai di PT XYZ
Okt ‘95
Okt
‘94
|
Pekerjaan
|
Exit
|
||||||||
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
H
|
|||
Pekerjaan
|
A
B
C
D
E
F
G
H
|
60
15
05
|
75
15
05
|
60
30
05
|
50
|
85
10
05
|
70
15
05
|
60
25
|
55
|
40
10
20
20
15
15
15
15
|
Dari matriks diatas kita mendapatkan informasi, bahwa selama
satu tahun terdapat 60% pegawai yang tetap pada posisi pekerjaan A,
sedangkan 40% lainnya keluar. Sementara itu, terdapat 15% pegawai pindah dari
pekerjaan B ke pekerjaan A; 75% tetap di pekerjaan B, dan 10% sisanya keluar.
Selanjutnya, ada 5% pegawai yang pindah dari pekerjaan C ke pekerjaan A; 15%
dari C keB; 60% tetap di C; dan 20% sisanya keluar. Demikian dan seterusnya.
Adanya pemetaan profil pegawai, maka proses
perencanaan karir pegawai diharapkan dapat berjalan lebih cepat dan lancar.
Paling tidak, kita mengetahui dengan cepat berapa orang pegawai yang dibutuhkan
dalam suatu pekerjaan, dalam periode tertentu. Ini akan dijadikan dasar untuk
memprediksi jumlah pegawai yang harus dipersiapkan untuk menduduki posisi
jabatan tertentu.
Pada contoh matriks di atas, misalnya, kita mengetahui bahwa
terdapat kekuarangan pegawai sebesar 40% untuk pekerjaan A, dan kekurangan 25%
untuk pekerjaan B.
Dalam perusahaan yang memiliki Turn Over (perpindahan
pegawai) cukp tinggi, matriks diatas amat sangat berguna untuk melacak
perpindahan tersebut. pada kasus-kasus tertentu, pemetaan itu tidak hanya harus
direvisi setahun sekali, namun bahkan beberapa bulan sekali.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan
cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini
kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai
baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan
pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban
kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.
b. Deskripsi
Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga
harus membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini
cukup rumit (sedikit banyak sudah dibahas di bab dua). Namun pada prinsipnya,
sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis
pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job
requirement).
c. Peta
Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama
jabatan (Job title) beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan
jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari
satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan
segera tahu dan mengerti masa depan karirnya sendiri.
d. Mekanisme
Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena
itu, kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme
penilaian yang jelas. Hal ini akan dibahas lebih rinci di bab enam.
B.
Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak
akan dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir sipegawai tersebut.
Karena itu, perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan”
menjadi perencanaan karir ditingkat individu pegawai.
Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai
dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti
bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja
diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke
tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai
adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan,
serta menetukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut
dapat dicapai secara efektif-efisien.
· Lima Syarat Utama Perencanaan Karir
Pegawai
Sebelum kita membahas beberapa hal berkenaan dengan
perencanaan karir pegawai, kita perlu mengetahui bahwa ada Lima
Syarat Utama yang harus di penuhi agar proses perencanaan tersebut
dapat berjalan dengan baik. Ke-lima syarat tersebut yaitu :
1.
Dialog
2.
Bimbingan.
3.
Keterlibatan individual
4.
Umpan balik.
5.
Mekanisme perencanaan karir.
1. Dialog
Urusan
karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan
pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai
prospek mereka sendiri.
Ini
kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang
didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika
diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu
memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun
demikian dialog tentang karir ini harus diusahakan terjadi antara organisasi
(misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai.
Melalui
dialog inilah diharapkan timbul saling pengertian antara pegawai dan organisasi
tentang prospek masa depan si pegawai.
2. Bimbingan
Tidak
semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu,
organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai.
Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi
tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir
yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk
mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar
tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien.
3. Keterlibatan
Individual
Dalam
rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap
sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan
semena- mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka.
Setiap
individu pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka
harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut.
Jika tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat
dari sisi kepentingan organisasi belaka.
4. Umpan
Balik
Sebenarnya,
proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal
ini ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mrngetahui setiap
keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak
tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam
waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai
berhak bertanya. Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
5. Mekanisme
Perencanaan Karir
Yang
maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses
perencanaan karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme
perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas (dialog,
bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi. Di
samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur yang lebih
rinci, formal, dan tertulis.
Demikanlah uraian singkat tentang lima syarat
utama untuk melakukan perencanaan karir. Yang penting untuk dicatat
adalah bahwa kelima syarat di atas harus terpenuhi secara integral. Jika satu
syarat saja tidak terpenuhi, maka pembinaan karir pegawai pasti akan mengalami
hambatan.
· Tahapan
Karir, Kebutuhan Tugas, dan Kebutuhan Emosional Pegawai.
Selain lima syarat diatas, kita juga perlu memahami bahwa
sebagai manusia, seorang pegawai juga melalui tahapan-tahapan dalam perjalanan
karirnya. Menurut Hall and Morgan ( 1977), ada Empat Tahapan
Karir yang biasa dilalui seorang pegawai yaitu :
· tahap coba-
coba,
· tahap kemapanan,
· tahap pertengahan,
· tahap lanjut.
Dalam hal ini, kebutuhan pegawai (kebutuhan tugas maupun
emosional) berbeda- beda sesuai dengan tahapannya. Jika dirangkum, tahapan
karir dan pegawai dalam hubungannya dengan kebutuhan tugas dan emosional
pegawai adalah sebagai berikut:
Tabel 9.3. Tahapan Karir, Kebutuhan Tugas, dan
Kebutuhan Emosional Pegawai.
Tahap
|
Kebutuhan Tugas
|
Kebutuhan Emosional
|
Coba-coba
|
§ Beraneka ragam
tugas dan aktifitas
|
§ Berusaha
menentukan pilihan pekerjaan yang sesuai
|
§ Eksplorasi diri
|
§ Mulai menemukan
jati diri
|
|
§ Pekerjaan yang
menantang
|
§ Mulai mengenal
persaingan dan belajar menghadapi berbagai kegagalan
|
|
Kemapanan dan atau
kemajuan
|
§ Pengembangan
kompetensi dalam tugas-tugas tertentu (spesialisasi)
|
§ Menghadapi
konflik antara kepentingan keluarga dan kepentingan kerja
|
§ Pengembangan
inovasi dan kreativitas
|
§ Berusaha
mencari dukungan
|
|
§ Pindah ke tugas
baru setelah 3 atau 4 tahun
|
§ Mencapai
kemandirian
|
|
§ Updating keterampilan
teknis yang pernah dikuasai
|
§ Penyaluran
perasaan yang dialami manusia yang berumur setengah baya
|
|
§ Pengembangan
ketrampilan maltih dan membimbing pegawai yang lebih yunior
|
§ Penataan
kembali pola berpikir tentang diri sendiri dalam hubungannya dengan
pekerjaan, keluarga dan nafsu untuk masyarakat
|
|
§ Rotasi ke pekerjaan
baru yang memerlukan ketrampilan baru
|
§ Mulai
mengurangi ambisi dan nafsu untuk berkompetisi
|
|
§ Pengembangan
wawasan yang lebih luas dan memperjelas perannya dalam organisasi
|
||
Pertengahan
|
§ Rencana untuk
pensiun
|
§ Mendukung dan
mambantu orang lain agar bekerja lebih baik
|
§ Pergeseran dari
peran kekuasaan ke perasn yang lebih bersifat pembimbing
|
§ Mengembangkan
identitas diri di berbagai kegiatan di laur organisasi
|
|
§ Pencarian kader
pengganti
|
||
§ Mulai aktif
kegiatan di laur organisasi tertentu (spesialisasi)
|
||
Lanjut
|
Dari tabel diatas jelaslah bahwa kebutuhan pegawai dalam
hubungannya dengan pengembangan karirnya tidak selalu sama disuatu waktu
tertentu. Secara umum, dapat kita katakan bahwa semakin matang seseorang semakin
berubah kebutuhan pegawai itu, kearah yang lebih mapan, dan menjauh dari
ambisi- ambisi untuk berkompetisi.
Dengan demikian, wajarlah bila perencanaan karir seseorang
harus disesuaikan dengan tahapan kematangan pribadinya. Hanya dengan demikian
perencanaan karir seseorang dapat mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan si pegawai
tersebut.
Sekarang marilah kita bahas hal-hal yang lebih teknis dalam
hal perencanaan karir seorang pegawai.
· Mekanisme
Perencanaan Karir Pegawai
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses
perencanaan karir pegawai. Tahap tersebut yaitu : 1) Analisa kebutuhan karir
individu; 2) Pemetaan karir individu; 3) Penilaian kinerja undividu; 4)
Identifikasi usaha-usaha untuk mencapai tujuan karir.
1. Analisis
Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan
karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan
yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang
bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini
dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua
belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai
dapat di identifikasi sebaik- baiknya.
Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan
karir pegawai yaitu career by objective (CBO) dan analisis
peran kompotensi.
a) Career By Objective
Melalui
cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa pertanyaan
tentang dirinya sendiri, yaitu :
· Dimana
saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat
kembali apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa saja
yang pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai
untuk mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi
tanda pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia
sukses, di mana pula ia gagal.
· Siapa
saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai menemukan jati
dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan menjawab:
· Apa
kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya bakat
menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ?Penakut ?Jujur
?dan seterusnya.
· Apa
yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk membantu
pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu untuk
menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar
mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu
rendah ?Pesimis ? Kurang ambisius ?
· Pekerjaan
apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong pegawai untuk berpikir
lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia dituntut untuk
menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan yang
membutuhkan keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan
kemauan untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang
teoritis dan konseptual ?
· Jabatan
apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke
jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah
saya staf marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf
keuangan dan sebagainya.
b) Analisis Peran –
Kompetensi
Yang
dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk
mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai,
kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan
kompetensi mana yang belum dikuasi. Contoh peran atau jabatan dalam sebuah
pusdiklat, misalnya, antara lain :
1.
Evaluator
2.
Fasilitator tim
3.
Konselor
4.
Penulis bahan ajar
5.
Instruktur
6.
Manajer diklat
7.
Pemasar (marketer)
8.
Spesialis media
9.
Analisis kebutuhan diklat
10.
Administrator program
11.
Perancang program
12.
Perencanaan strategis
13.
Penganalis tugas
14.
Peneliti
15.
Pengembang kurikulum
Contoh
kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai peran
di atas, misalnya :
1. Pengetahuan tentang
pendidikan orang dewasa
2. Keterampilam kompueter
3. Pengetahuan dalam
pengembangan kurikulum
4. Keterampilan komunikasi
5. Kemampuan meneliti
6. Kemampuan menulis
bahan ajar
Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring
untuk melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis,
kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum
dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.
2. Pemetaan
Karir Individu
Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka
hal ini diharapkan telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang
pegawai. Jika hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut
seharusnya sudah dapat dibuat.
Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk
menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat
kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.
Dalam sebuah peta kerier, seorang pegawai dikatakan sebagai
seorang yang berbakat untuk memangku jabatan-jabatan tertentu, misalnya :
1. Kepala divisi
pemasaran
2. Kepala divisi keuangan
3. Kepala divisi produksi
Dalam hal ini, nomor urut di atas (1, 2, 3) sengaja disusun
demikian untuk menunjukkan tingkat kemungkinan si pegawai memegang jabatan
tersebut. dalam contoh diatas, nomor 1 (menjadi Kepala Divisi Pemasaran) paling
mungkin, dan nomor 3 kemungkinannya paling rendah.
Dalam peta karir tersebut, dijelaskan mengapa pegawai
bersangkutan diangap lebih berkemungkinan menjadi kepala divisi pemasaran dari
pada kepala divisi keuangan atau kepala divisi produksi.
3. Penilaian
Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk
menduduki jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus
dibuktikan secara empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya
bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan yang tersebut
dalam peta keriernya.
Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha
untuk mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu
saja bukti-bukti nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya
berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan
lain seperti menentukan bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu
kebijakan, dan lain-lain.
4. Identifikasi
Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja
kepada seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai
jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan
pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling benar.
Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek
karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar
karirnya sendiri ?
Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan
mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak
tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat
atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.
Dari contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus
berusaha agar prospek karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat
direalisasikan secepat mungkin. Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa
yang perlu dilakukan agar pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi
Pemasaran ?
Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa sederetan
kegiatan yang harus dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
· Kursus
bahasa Inggris
· Magang
di divisi pemasaran
· Berpartisipasi
dalam prospek riset pemasaran
· Menghadiri
seminar dan lokakarya tentang pemasaran
· Merancang
strategi pemasaran
Kesimpulannya, si pegawai harus dibantu sedemikian rupa agar
dari hari ke hari ia semakin dekat dengan tujuan karir yang telah dipetakan
(“diramalkan”) sebelumnya. Hanya dengan demikian proses perencanaan karir
benar-benar mempunyai makna, baik bagi organisasi, maupun bagi si pegawai
sendiri.
2.6. PENGEMBANGAN KARIR
Pengembangan
karir adalah proses pelaksanaan (implementasi) perencanaan karir. Pengembangan
karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan cara nondiklat.
Pengembangan karir melalui dua jalur ini sedikit-banyak telah di bahas di bab
Pelatihan dan Pengembangan. Pada bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa
contoh bentuk pengembangan karir melalui dua cara ini.
Contoh-contoh pengembangan karir
melalui cara diklat adalah :
· Menyekolahkan
pegawai (di dalam atau di luar negeri),
· Memberi
pelatihan (di dalam atau di luar organisasi),
· Memberi
pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh-contoh pengembangan karir
melalui cara nondiklat adalah :
· Memberi
penghargaan kepada pegawai
· Menghukum
pegawai
· Mempromosikan
pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
· Merotasi
pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.
2.7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN KARIR
Kesuksesan
proses pengembangan karir tidak hanya penting bagi organisasi secara
keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali amat
berpengaruhterhadap manajemen karir adalah :
· Hubungan
pegawai dan organisasi
· Personalitas
pegawai
· Faktor-faktor
eksternal
· Politicking dalam
organisasi
· System
penghargaan
· Jumlah
pegawai
· Ukuran
organisasi
· Kultur
organisasi
· Tipe
manajemen
(1) Hubungan
Pegawai dan Organisasi
Dalam situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam
hubungan yang saling menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai
maupun organisasi dapat mencapai produktifitas kerja yang tinggi.
Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai.
Adakalanya pegawai sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi
prestasi pegawai tersebut dengan penghargaan sewajarnya. Maka,
ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan organisasi ini cepat atau lambat
akan mempengaruhi proses manajemen karir pegawai. Misalnya saja, proses
perencanaan karir pegawai akan tersendat karena pegawai mungkin tidak diajak
berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut. Proses pengembangan karir pun
akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak peduli dengan karir pegawai.
(2) Personalia
Pegawai
Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya
pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis,
terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis,
misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak
perduli dengan karirnya sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung
terlalu ambisius dan curang. Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya
untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini
menjadi lebih runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa
kuat karena alasan tertentu (punya koneksi dengan bos, mempunyaibacking dari
orang-orang tertentu, dan sebagainya).
(3) Faktor
Eksternal
Acapkali terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di
suatu organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari pihak luar. Seorang
pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan
terpaksa dibatalkan karena ada orang lain yang didrop dari
luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian demikian ini boleh atau
tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas mengacaukan menajemen
karir yang telah dirancang oleh organisasi.
(4) Politicking Dalam
Organisasi
Manajemen karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila
faktor lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman,
nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan mempengaruhi karir
seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain, bila kadar
“politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka manajemen karir
hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan karir akan menjadi
sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh orang-orang yang pintar
dalam politicking tetapi rendah mutu profesionalitasnya.
(5) Sistem
Penghargaan
Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi
banyak hal, termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai
sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung
memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik
dianggap sama dengan pegawai malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang
membuat sistem penghargaan yang baik (misalnya dengan menggunakan sistem
“kredit poin”) dengan harapan setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat
diberi “kredit poin” dalam jumlah tertentu.
(6) Jumlah
Pegawai
Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak
pegawai maka semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan
semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk meraih tujuan
karir tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat
mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka
manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak,
maka manajemen karir menjadi rumit dan tidak mudah dikelola.
(7) Ukuran
Organisasi
Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan
jumlah jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis
pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang diperlukan untuk mengisi berbagai
jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya, semakin besar organisasi, semakin
kompleks urusan manajemen karir pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan
rotasi pegawai juga lebih banyak.
(8) Kultur
Organisasi
Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai
kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur
professional, obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang
cenderung feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang
cenderung menghargai prestasi kerja (sistem merit). Ada pula
organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal lain.
Karena itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem
manajemen karir yang baik dan mapan secara tertulis, tetapi pelaksanaannya
masih sangat tergantung pada kultur organisasi yang ada.
(9) Tipe
Manajemen
Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia
ini. Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat
berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku,
otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang
cenderung fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
Jika manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka
keterlibatan pegawai dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga cenderung
minimal. Sebaliknya, jika manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan
demokratis, maka keterlibatan pegawai dalam pembinaan karir mereka juga
cenderung besar.
Dengan kata lain, karir seorang pegawai tidak hanya
tergantung pada faktor-faktor internal di dalam dirinya (seperti motivasi untuk
bekerja keras dan kemauan untuk ingin maju), tetapi juga sangat tergantung pada
faktor-faktor eksternal seperti manajemen. Banyak pegawai yang sebenarnya
pekerja keras, cerdas, jujur, terpaksa tidak berhasil meniti karir dengan baik,
hanya karena pegawai ini “terjebak” dalam sistem manajemen yang buruk
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu peran MSDM adalah mengatur dan menetapkan
program pengembangan karyawan. Tujuan pengembangan karyawan ialah untuk
meningkatkan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan karyawan baru atau karyawan lama perlu dilakukan secara terencana
dan berkesinambungan.
Agar pengembangan dapat dilaksanakan dengan baik,
harus lebih dahulu ditetapkan suatu program pengembangan karyawan. Pengembangan
karyawan bisa dilakukan secara formal maupun informal. Secara formal berarti
karyawan ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Sedangkan secara informal berarti karyawan melatih dan mengembangkan dirinya
atas keinginan dan inisiatif sendiri tanpa ditugaskan oleh perusahaan.
Karyawan yang akan mengikuti program pengembangan
adalah karyawan baru agar memahami, terampil, dan ahli dalam menyelesaikan
pekerjaannya, dan karyawan lama supaya mereka lebih memahami technical skill,
human skill, conceptual skill, dan managerial skill. Dengan demikian diharapkan
moral kerja dan prestasi kerja karyawan meningkat. Penilaian karyawan harus
dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dapat dicapai setiap karyawan dan
menetapkan tindakan kebijakan atau pengambilan keputusan.
Dengan penilaian prestasi berarti karyawan mendapat
perhatian dari atasannya sehingga mendorong mereka bergairah kerja, selama
proses penilaiannya berjalan jujur dan objektif, serta ada tindak lanjutnya.
Tindak lanjut ini memungkinkan karyawan dipromosikan, didemosikan, dikembangkan
atau balas jasanya dinaikkan.
3.2 Saran
Pengembangan karyawan dapat dilakukan
melalui orientasi, pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya yang ditujukan
untuk menyesuaikan persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaannya (sekarang atau pada masa mendatang) dengan kualifikasi
yang dimiliki karyawan sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Gomez-Mejia, Luis R and David B. Balking
and Robert L. Cardy, 2012: Developing
Careers. United States : Pearson Education, Inc., Publishing as Prentice
Hall.
Hasibuan, Melayu 2014, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia,
Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-undang No. 8 Tahun 1974. Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta. Winardi, 2000, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta Wursanto, Ig.
2001, Manajemen Kepegawaian 1, Yogyakarta: Kanisius Yoder, D. 1964.
0 comments:
Post a Comment
Salam Ayo Bangkit Indonesia....!!!